Disruptive
technology
atau disruptive innovation merupakan istilah yang biasa digunakan
untuk mendefinisikan gejala perubahan pangsa pasar teknologi. Secara mudahnya, disruptive
technology adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu
atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi
terdahulu. Masih semua tentu masih ingat kisah salah satu merek handpond
Nokia, yang pernah menguasai market leader pada semua kategori produk handpone
kini perusahan itu bernasib tragis setelah merugi dan memPHK ribuan karyawan,
hingga kemudian diakuisisi oleh Microsoft pada bulan September 2-13 dengan
nilai 7,2 milliar US dollar. Apa yang sebenarnya terjadi pada nokia ini
merupakan salah satu adanya disruptive technology yang mana Nokia terlambat
merespon perubahan dari ancaman teknologi baru yang sangat cepat terjadi. Mereka
menganggap remeh kehadiran OS Android dan begitu yakin dengan pendirian mereka
dengan OS Symbian-nya.
Terus bagaimana
discruptive technology dikaitkan dengan esensi perpustakaan saat ini?
apakah berdampak besar bagi kelangsungan perpus? Saya rasa iya,, hehe. Perpustakaan
yang dahulu dielu-elukan sebagai jantungnya pengetahuan kini menjadi bagian
akhir dari ritual seseorang untuk mencari sebuah pengetahuan. Contoh saja
dibidang jurnal ilmiah, masih banyak perpustakaan di Negeri ini melanggan
jurnal ilmiah hingga menghabiskan anggaran milyaran rupiah. Mereka berdalih
dengan melanggan jurnal akan membantu pemustaka mendapatkan rujukan sebanyak
dan sebaik mungkin. Padahal Fenomena saat
ini yang sedang berkembang ialah munculnya gerakan open access atau
biasa disingkat OA. Gerakan ini berkaitan dengan dua hal yaitu keberadaan
teknologi digital dan akses ke jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Dengan OA
ketersediaan artikel di internet akan bersifat cuma-cuma, sehingga memungkinkan
semua orang untuk membaca, mengambil, menyalin, menyebarkan, mencetak,
menelusur jurnal ilmiah. Bagi sebagian orang, hal ini bersinggungan dengan Hak
Cipta, akan tetapi salah satu peranan Hak cipta dalam bidang ini yaitu
diapreasikan bentuk penghargaan kepada penulis karya ilmiah dalam bentuk
kutipan. Hal inilah yang tertuang dalam Deklarasi Berlin untuk pengetahuan di
Ilmu Humaniora dan lainnya (Mruck & Gradmann, n.d.).
Di Indonesia sendiri, gerakan Open Acces masih kurang
diperhatikan, baik dari pustakawan ataupun pemerintah, terbukti dari
keikutsertaan UK Petra dalam penandatanganan ke-457 dari 600 institusi dan
lembaga pendidikan di dunia (Yakub, 2014).
Padahal apabila kita dapat melihat pentingnya jurnal ilmiah yang disediakan
secara free, dipastikan akan memudahkan semua elemen akademik untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Selain itu munculnya jurnal-jurnal
semacam ini merupakan dukungan gerakan open access yang bertujuan unutuk
membangun sarana komunikasi ilmiah yang sustainable.
Referensi :
- Cooper, I. D. (2015). Disruptive technology and medical librarians. Journal of the Medical Library Association : JMLA, 103(1), 1–2. http://doi.org/10.3163/1536-5050.103.1.001
- Dillon, D. (2002). Fishing the Electronic River. Journal of Library Administration, 36(3), 45–58. http://doi.org/10.1300/J111v36n03_05
- Mruck, K., & Gradmann, S. (n.d.). Open Access: (Social) Sciences as Public Good. Diambil 9 Maret 2015, dari http://e-resources.pnri.go.id:2057/docview/869225648/E86D11570EC4161PQ/3?accountid=25704
- Yakub, E. M. (2014, Pebruari). Universitas Petra Surabaya Ikuti Gerakan “Open Acces” Internasional. Antara Jatim. Diambil dari http://www.antarajatim.com/lihat/berita/126432/universitas-petra-surabaya-ikuti-gerakan-open-access-internasional
Mungkinkah ramalan bahwa perpustakaan akan segera gulung tikar benar-benar akan terjadi?
BalasHapusoh no.. gulung tikar?!
Hapuslha, Perpustakaan sekolah negeri saja masih banyak yang mati segan hidup tak mau. Ini bersiap mengikuti jaman atau apa namanya? hehe..
kalau gitu gelar lapak saja mbak...seperti komunitas2 baca2 tuh...mrk g bth gedung bt bs eksis he3
HapusSalah satu kendala mengembangkan OA adalah masih belum meratanya implementasi OJS oleh para pengelola publikasi ilmiah. Masih banyak pengelola jurnal yang sekedar men-digitalkan versi jurnal cetak kemudian menggunggahnya.
BalasHapuskarena yg harusnya terbuka tak hanya Accesnya tetapi juga pikirannya (open mind) para pejabat dan pengelola perpusnya...seperti kata2 John Dewer "pikiran itu seperti parasut, hanya berfungsi ketika terbuka"
BalasHapus