Rabu, 14 September 2016

Disruptive technology



            Disruptive technology atau disruptive innovation merupakan istilah yang biasa digunakan untuk mendefinisikan gejala perubahan pangsa pasar teknologi. Secara mudahnya, disruptive technology adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu. Masih semua tentu masih ingat kisah salah satu merek handpond Nokia, yang pernah menguasai market leader pada semua kategori produk handpone kini perusahan itu bernasib tragis setelah merugi dan memPHK ribuan karyawan, hingga kemudian diakuisisi oleh Microsoft pada bulan September 2-13 dengan nilai 7,2 milliar US dollar. Apa yang sebenarnya terjadi pada nokia ini merupakan salah satu adanya disruptive technology yang mana Nokia terlambat merespon perubahan dari ancaman teknologi baru yang sangat cepat terjadi. Mereka menganggap remeh kehadiran OS Android dan begitu yakin dengan pendirian mereka dengan OS Symbian-nya.
Terus bagaimana discruptive technology dikaitkan dengan esensi perpustakaan saat ini? apakah berdampak besar bagi kelangsungan perpus? Saya rasa iya,, hehe. Perpustakaan yang dahulu dielu-elukan sebagai jantungnya pengetahuan kini menjadi bagian akhir dari ritual seseorang untuk mencari sebuah pengetahuan. Contoh saja dibidang jurnal ilmiah, masih banyak perpustakaan di Negeri ini melanggan jurnal ilmiah hingga menghabiskan anggaran milyaran rupiah. Mereka berdalih dengan melanggan jurnal akan membantu pemustaka mendapatkan rujukan sebanyak dan sebaik mungkin. Padahal Fenomena saat ini yang sedang berkembang ialah munculnya gerakan open access atau biasa disingkat OA. Gerakan ini berkaitan dengan dua hal yaitu keberadaan teknologi digital dan akses ke jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Dengan OA ketersediaan artikel di internet akan bersifat cuma-cuma, sehingga memungkinkan semua orang untuk membaca, mengambil, menyalin, menyebarkan, mencetak, menelusur jurnal ilmiah. Bagi sebagian orang, hal ini bersinggungan dengan Hak Cipta, akan tetapi salah satu peranan Hak cipta dalam bidang ini yaitu diapreasikan bentuk penghargaan kepada penulis karya ilmiah dalam bentuk kutipan. Hal inilah yang tertuang dalam Deklarasi Berlin untuk pengetahuan di Ilmu Humaniora dan lainnya (Mruck & Gradmann, n.d.).
Di Indonesia sendiri, gerakan Open Acces masih kurang diperhatikan, baik dari pustakawan ataupun pemerintah, terbukti dari keikutsertaan UK Petra dalam penandatanganan ke-457 dari 600 institusi dan lembaga pendidikan di dunia (Yakub, 2014). Padahal apabila kita dapat melihat pentingnya jurnal ilmiah yang disediakan secara free, dipastikan akan memudahkan semua elemen akademik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Selain itu munculnya jurnal-jurnal semacam ini merupakan dukungan gerakan open access yang bertujuan unutuk membangun sarana komunikasi ilmiah yang sustainable

Referensi :


  • Cooper, I. D. (2015). Disruptive technology and medical librarians. Journal of the Medical Library Association : JMLA, 103(1), 1–2. http://doi.org/10.3163/1536-5050.103.1.001

  • Dillon, D. (2002). Fishing the Electronic River. Journal of Library Administration, 36(3), 45–58. http://doi.org/10.1300/J111v36n03_05

  • Mruck, K., & Gradmann, S. (n.d.). Open Access: (Social) Sciences as Public Good. Diambil 9 Maret 2015, dari http://e-resources.pnri.go.id:2057/docview/869225648/E86D11570EC4161PQ/3?accountid=25704

  • Yakub, E. M. (2014, Pebruari). Universitas Petra Surabaya Ikuti Gerakan “Open Acces” Internasional. Antara Jatim. Diambil dari http://www.antarajatim.com/lihat/berita/126432/universitas-petra-surabaya-ikuti-gerakan-open-access-internasional

   



5 komentar:

  1. Mungkinkah ramalan bahwa perpustakaan akan segera gulung tikar benar-benar akan terjadi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh no.. gulung tikar?!

      lha, Perpustakaan sekolah negeri saja masih banyak yang mati segan hidup tak mau. Ini bersiap mengikuti jaman atau apa namanya? hehe..

      Hapus
    2. kalau gitu gelar lapak saja mbak...seperti komunitas2 baca2 tuh...mrk g bth gedung bt bs eksis he3

      Hapus
  2. Salah satu kendala mengembangkan OA adalah masih belum meratanya implementasi OJS oleh para pengelola publikasi ilmiah. Masih banyak pengelola jurnal yang sekedar men-digitalkan versi jurnal cetak kemudian menggunggahnya.

    BalasHapus
  3. karena yg harusnya terbuka tak hanya Accesnya tetapi juga pikirannya (open mind) para pejabat dan pengelola perpusnya...seperti kata2 John Dewer "pikiran itu seperti parasut, hanya berfungsi ketika terbuka"

    BalasHapus