Minggu, 26 Maret 2017

Pentingnya Faktor Usability pada Perpustakaan Digital


Perpustakaan digital merupakan perpustakaan yang memiliki koleksi objek digital, termasuk teks, video, audio yang disimpan dalam format media elektronik yang dilengkapi dengan cara-cara untuk mengakses dan mengunduh, serta seleksi, organisasi dan pemeliharaan koleksi tersebut (Witten, Bainbridge, Nichols, 2010:7). Banyak ahli lain yang mencoba memberikan definisi perpustakaan digital, seperti yang dikatakan oleh Zainal A. Hasibuan, digital library atau sistem perpustakaan digital merupakan konsep menggunakan internet dan teknologi informasi dalam manajemen perpustakaan. Sedangkan menurut Ismail Fahmi perpustakaan digital adalah sistem yang terdiri dari perangkat hardware dan  software, koleksi elektronik, staf pengelola, pengguna, organisasi, mekanisme kerja, serta layanan dengan memanfaatkan berbagai jenis teknologi informasi. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa perpustakaan digital merupakan perpustakaan dimana seluruh koleksi dan proses pengelolaan serta layanannya berupa kumpulan data dalam bentuk digital.
Penanganan perpustakaan yang memiliki objek digital seperti ini sudah pasti berbeda dengan perpustakaan yang konvensional. Salah satu hal yang penting untuk difahami yaitu mengenai faktor usability dalam perpustakaan digital. Usability sendiri berasal dari kata usable yang secara umum berarti dapat digunakan dengan baik. Sesuatu dapat dikatakan berguna dengan baik apabila kegagalan dalam penggunaannya dapat dihilangkan atau diminimalkan serta memberi manfaat dan kepuasan kepada pengguna. Menurut Ida F. Priyanto (2017) usabilitas merupakan proses sistematis yang diperlukan untuk mengembangkan sebuah sistem yang dapat digunakan pengguna tertentu dalam konteks tertentu. Banyak sekali tujuan yang bermanfaat dari penerapan faktor usability pada perpustakaan digital. Adapun tujuan dari usability seperti yang dijelaskan Nielsen (1994) usability memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Efektif pada saat digunakan
2. Efisien pada saat digunakan
3. Aman saat menggunakannya
4. Mudah untuk dipelajari bagi user saat pertama kali menggunakannya
5. Mudah diingat cara menggunakannya

Sebuah perpustakaan digital dengan usability yang buruk akan ditinggalkan oleh penggunanya (Nielsen 1994). Berikut Nielsen menjelaskan beberapa kondisi yang akan membuat pengguna meninggalkan situs sebuah perpustakaan digital :
1. Web / perpustakaan digital sulit digunakan dan ribet saat menggunakannya
2. Homepage tidak menjelaskan tentang apa yang ditawarkan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh pengguna pada web tersebut
3. Pengguna mendapatkan adanya kesalahan pada web meskipun kesalahan tersebut kecil.
4. Informasi web sulit dibaca maupun sulit dimengerti dan tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan pengguna
Dari sedikit penjelasan di atas, kita setidaknya memahami seberapa penting faktor usability pada perpustakaan digital. Maka dari itu tidak salahnya sebelum kita membuat perpustakaan digital, kita mempertimbangkan faktor usability dan tentu faktor-faktor yang lainnya seperti usefulness guna mendapatkan perpustakaan digital yang user oriented dan dapat diterima banyak kalangan.

Referensi

  • F. Priyanto, I. (2017). Faktor-faktor Interface dan Evaluasi. Dipresentasikan pada Materi Kuliah Perpustakaan Digital Sesi 5, Yogyakarta.
  • Nielsen, J. (1994), Guerilla HCI: Using Discount Usability Engineering to Penetrate the Inimidation Barrier. http://www.useit.com/papers/guerilla_hci.html
  • Witten, I.H., Bainbridge, D., Nichols, D.M. (2010). How to Build a Digital Library. (Edisi Kedua). Burlington: Morgan Kauffman Publisher.


Mengenal Proses Digitasi di Perpustakaan

Sebelum membahas lebih jauh bagaimana proses digitasi saya akan menjelaskan apa pengertian dari digitasi. Menurut Ida F Priyanto (2017) digitasi merupakan proses konversi objek digital menjadi format digital. Sehingga objek yang awalnya hanya dapat dibaca manusia, dengan digitasi objek tersebut dapat dibaca dengan mesin (digital).  Atau bisa juga disebut dengan proses alih media dari cetak atau analog ke dalam media digital. Ada beberapa bahan yang dapat dilakukan digitasi, antara lain :
  • ·         Teks cetak
  • ·         Tulisan tangan
  • ·         Foto
  • ·         Peta
  • ·         Note Music
  • ·         Ukiran
  • ·         Audio
  • ·         Vidio
  • ·         3D object
Setelah mengetahui pengertian digitasi dan bahan-bahan yang dapat dilakukan digitasi. Maka saatnya saya menjelaskan proses alih media :
1. Mengumpulkan dan seleksi sumber materi bahan perpustakaan
Sumber materi bahan perpustakaan dapat diperoleh dari pihak internal dan eksternal. Pihak internal: koleksi bahan perpustakaan yang sudah tersedia pada institusi. Misalnya diperoleh dari bagian yang menyimpan koleksi. Pihak eksternal : koleksi bahan perpustakaan yang berasal dari luar institusi misalnya, koleksi pribadi, museum, perpustakaan wilayah lain, atau lembaga lain yang telah bekerjasama.
2. Klarifikasi hak cipta (copyright) dan kepemilikan
Melakukan klarifikasi hak cipta (copyright) dan kepemilikan dari sumber materi bahan perpustakaan perlu dilakukan untuk aspek legalitas terhadap hak kekayaan intelektual (HAKI). Bila sudah public domain atau milik dari institusi sendiri maka tidak perlu lagi dilakukan proses perjanjian tertulis terhadap penulis/pengarang atau penerbit yang bersangkutan
3. Memeriksa Kondisi Fisik dan Pencatatan data Bibliografi
Diawali dengan memeriksa kondisi fisik dari sumber bahan perpustakaan. Apabila terdapat kerusakan atau akan berdampak buruk bagi sumber materi ketika melakukan proses pemindaian (scanning),maka harus diambil tindakan pencegahan sebelumnya. Jika dalam bentuk audiovisual seperti kaset audio dan video, perlu dilakukan proses pembersihan dari jamur yang menempel pada kaset tersebut sebelum dilakukan proses capture menggunakan hardware yang sesuai. Tahapan ini dilanjutkan dengan mencatat data bibliografi setiap sumber koleksi yang sudah terkumpul agar mengetahui secara pasti detail dari suatu objek yang akan dialih mediakan.
4. Proses alih media
Pemindaian (scanning) terhadap lembaran naskah dan foto dalam bentuk tercetak atau dari sumber slide maupun microfilm. Pemotretan dilakukan untuk sumber bahan perpustakaan dalam bentuk 3 dimensi. Begitu pula bahan perpustakaan rekaman audio dan video di lakukan dengan menggunakan peralatan dan aplikasi yang mendukung. Jika dalam bentuk kaset audio maka kita perlu menyediakan peralatan tape pemutar kaset audio yang memiliki output untuk proses recording di komputer. Begitu juga untuk bahan video, kita perlu menyesuaikan peralatan video player dan video capture yang sesuai dengan ukuran kaset video tersebut. Kita tahu perkembangan kaset video mulai yang ukuran besar (VHS, Hi8, Mini DV, Optical Disk, SD Card, Micro SD) perlu disesuaikan dengan player yang tersedia dan proses video capturingnya.
5. Pengeditan,
File hasil proses alih media menjadi file source yang siap dilakukan editing. Kita perlu memilih software yang sesuai untuk pemrosesan gambar, audio, dan video dibutuhkan untuk tahapan ini sampai menghasilkan file master yang siap dipublikasikan. Pengeditan gambar biasanya dilakukan penyesuaian ukuran (resizing), menyesuaikan kepekatan warna dan kekontrasan (color depth dan contrast), membersihkan area tertentu bila terdapat noda kotoran atau pengaruh lainnya dari hasil prose alih media. Software Editing Audio digunakan untuk perbaikan kualitas file hasil recording. Pemberian watermark perlu dilakukan pada setiap gambar (image) yang di hasilkan dengan menambahkan logo dengan tingkat transparansi tertentu disesuaikan dengan kebutuhan.
6. Pengemasan dan Publikasi
Pengemasan dan publikasi terhadap file digital yang dihasilkan, perlu dilakukan proses upload ke media yang dapat di akses secara mudah oleh para pemustaka. Media tersebut dapat berupa media offline ataupun online.

Referensi 
  • F. Priyanto, I. (2017). Digitasi & Born-digital. Dipresentasikan pada Materi Kuliah Perpustakaan Digital Sesi 4, Yogyakarta.
  • Atmoko. Pitoyo Widhi. (2015). Digitalisasi dan Alih Media -. Diambil dari http://lib.ub.ac.id/berita/digitalisasi-dan-alih-media/

Senin, 06 Maret 2017

PENTINGNYA INOVASI DI PERPUSTAKAAN




Berkembang pesatnya teknologi informasi pada Abad 21 membawa perubahan di dalam semua elemen masyarakat, dimana hampir semua kegiatan selalu didukung dengan penggunaan teknologi, baik teknologi pelayanan, pengolahan, penyimpanan dan penyebarluasan informasi. Hal ini berdampak pada culture kehidupan seseorang dalam beraktivitas sehari-hari. Salah satunya dalam hal perilaku membaca seseorang. Jika dahulu seseorang lebih senang membaca bacaan cetak, kini dengan hadirnya teknologi, seseorang lebih memilih preverensi media membaca dengan gadget mereka. Bahkan perilaku-perilaku yang dahulu dianggap tabu dilakukan di perpustakaan seperti makan minum di perpustakaan, tidur di perpustakaan hingga mengerjakan segala sesuatunya di perpustakaan saat itu dilarang, kini semua itu menjadi daya tarik yang luar biasa besar bagi perpustakaan. Lihatlah beberapa gambar dibawah ini :



Gambar 1: Library Café






 Gambar 2: Energypods

 



Gambar 3: Makerspace
Inovasi library café, energypods, dan makerspace merupakan bentuk respon dari perilaku pengguna perpustakaan. Inovasi-inovasi seperti diatas sebenarnya mencerminkan generasi perpustakaan yang sudah saya bahas pada tulisan saya sebelumnya. Dimana ketiga inovasi ini secara tidak langsung mencerminkan generasi experience centered dan generasi makerspace.  Dahulu suasana perpustakaan yang lebih banyak sepi, dimana pustakawan akan meminta pengguna untuk diam, yang tertidur dibangunkan dan semua belajar sendiri-sendiri. Kini dengan adanya inovasi seperti diatas perpustakaan dapat lebih menarik pengguna agar mau datang berkunjung ke perpustakaan. Misalnya dengan keadaan capek dan lelah pengguna dapat memesan minum atau sekedar beristirahat sebentar pada energypods yang disediakan. Bahkan dengan adanya makerspace pengguna tidak hanya mendapatkan ilmu dari koleksi-koleksi yang disediakan di perpus, tapi dapat langsung mempraktekkan pengetahuan yang didapatnya. Maka dari itu, perpustakaan harus terus berbenah diri dan berinovasi mengikuti apa yang diinginkan oleh penggunanya.

Referensi :


  • F. Priyanto, I. (2017). Pengantar ke Manajemen dan Disain Perpustakaan. Dipresentasikan pada Materi Kuliah Manajemen dan Disain Perpustakaan Sesi 3, Yogyakarta.


  • Motherwell Library café. (n.d.). Diambil 6 Maret 2017, dari https://culturenl.co.uk/catering/the-cafe-at-motherwell-library/

  • Perpustakaan Perth Sediakan Tempat Tidur Mahasiswa. (n.d.). Diambil 6 Maret 2017, dari http://www.inioke.com/berita/perpustakaan-perth-sediakan-tempat-tidur-mahasiswa/8329